Buya Hamka saat berbicara terkait fatwa MUI larangan merayakan agama secara bersama. Foto/Muhammadiyah |
PADANG - Buya Hamka, atau nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah, adalah seorang ulama, sastrawan, dan politisi Indonesia yang lahir pada 17 Februari 1908 di Minangkabau, Sumatera Barat.
Buya Hamka dikenal sebagai salah satu tokoh Islam terkemuka di Indonesia, dan pernah menjadi Ketua Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) periode 1975-1980.
Sejak kecil, Hamka sudah sangat gemar membaca dan menulis. Pada usia 7 tahun, ia sudah menghapal Al-Quran dan mampu membaca kitab-kitab agama.
Ketertarikannya pada sastra sudah terlihat saat Buya Hamka berusia 10 tahun, ketika ia mulai menulis puisi dan cerita pendek.
Hamka sempat belajar di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), suatu bentuk pendidikan menengah pada masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Namun, ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan sekolah, dan fokus pada kajian agama Islam.
Hamka belajar dari berbagai guru agama, termasuk ayahnya sendiri yang seorang ulama terkemuka di daerahnya.
Pada usia 22 tahun, Hamka pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Di sana, ia belajar pada berbagai ulama terkenal dan mendalami ilmu agama Islam lebih dalam lagi.
Setelah kembali dari Mekkah, Hamka aktif menulis buku dan artikel tentang Islam, sejarah, sastra, dan berbagai topik lainnya.
Beberapa karya terkenal Hamka antara lain Tafsir Al-Azhar, sebuah tafsir Al-Quran yang terkenal di Indonesia, serta novel-novel seperti Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang menjadi karya sastra terkenal di Indonesia.
Hamka juga menjadi salah satu pendiri dan pemimpin Partai Masyumi, sebuah partai politik Islam yang cukup berpengaruh pada masa kemerdekaan Indonesia.
Hamka wafat pada 24 Juli 1981 di Jakarta pada usia 73 tahun. Ia meninggalkan warisan karya-karya agama dan sastra yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia.
Selain itu, pandangan-pandangan dan pemikiran-pemikirannya tentang Islam juga masih relevan dan dihargai hingga saat ini.(tgh)
Editor : Teguh