Jajaran Direksi Krakatau Steel |
JAKARTA - Pasca penangkapan Romahurmuzy, KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Direktur Teknologi PT Krakatau Steel (KS) Wisnu Kuncoro. Kondisi tersebut jelas menambah deretan panjang korupsi rezim Jokowi.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono bahkan mendesak agar semua jajaran direksi dan komisaris PT KS dicopot sebagai buntut dugaan suap kasus Wisnu.
Menurutnya, tidak mungkin sebuah kejahatan pengaturan proyek di BUMN hanya melibatkan satu direksi saja.
“Biasanya mereka ini berkomplot dan kebetulan saja mungkin yang Wisnu Kuncoro yang mendapatkan tugas dalam pengaturan pengadaan barang. Jika mulus tanpa ditangkap KPK, maka hasilnya dibagi bagi ke direksi lainnya,” kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/3).
Selain itu, kasus Wisnu juga menjadi bukti kegagalan dirut dan jajaran komisaris dalam mengelola Krakatau Steel yang profesional dan menganut tata kelola perusahaan yang transfaran dan bersih dari korupsi.
Terlebih PT KS merupakan BUMN yang sudah go public dan sistem pengadaan barang dan jasanya dilakukan secara transparan menggunakan e-Procurement. Sistem tersebut selama ini diyakini akan menyulitkan para tender untuk mengatur hasil lelang barang dan jasa.
“Menteri BUMN sudah dicoreng wajahnya. Jadi harus mencopot semua direksi dan komisaris PT KS. Segera gelar RUPS luar biasa dengan agenda mencopot semua direksi dan komisrais PT KS,” tekan wakil ketua umum Partai Gerindra itu.
Sementara kepada para direktu utama dan direksi PT KS yang lain, Arief meminta untuk tidak berpura-pura kaget atas kasus Wisnu.
“Tapi harus intropeksi dan datangi KPK kalau memang tidak terlibat dalam kasus gratifikasi di pengadaan barang dan jasa,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, Wisnu resmi menyandang status tersangka. Dia diduga menerima suap pengadaan barang dan jasa di Krakatau Steel.
KPK menyebut Wisnu setuju dengan Alexander Muskitta dari pihak swasta yang menawarkan dua rekanan untuk mengerjakan dua proyek Krakatau Steel masing-masing Rp 24 miliar dan Rp 2,4 miliar.
Wisnu dan Alexander diduga sebagai penerima, sementara Kenneth Sutardja (KSU) dan Kurniawan Eddy Tjokro (KET) alias Yudi swasta, diduga sebagai pemberi. Adapun Kurniawan Eddy Tjokro masih buron.
sumber : rmol