KEPRIUPDATE.COM
Memimpin dalam waktu yang sangat panjang. Yang kalau hari ini ada, kepemimpinan sepanjang itu biasanya sudah menjadi diktator. Tapi tidak dengan pemimpin yang satu ini, bahkan di meja tugasnya ada catatan pribadinya.
Tercatat dalam sejarah, ia menyampaikan bahwa tidak ada sepanjang dia memimpin, tidak ada hari-hari yang nyaman buat dia, kecuali 12 hari. 50 tahun tidak ada kenyamannnya, karena dia pemimpin. Bertanggunjawab kepada Allah SWT. Bukan hanya manusia, semua pepohonan, binatang ternak, semua menjadi tanggungjawabnya.
Pemimpin yang membawa Andalus kepada puncak kemakmurannya, puncak keadilannya, puncak ilmu dan kesejahterannya. Seluruh Eropa belajar ke Andalus saat itu dengan ibu kota Cordoba.
Tentunya dia mengangkat pemimpin di bawahnya yang juga luar biasa. Dia memuliakan seorang pemimpin agama, ahli ilmu yang ikhlas yang tidak takut kepada pemimpin siapapun bahkan khalifahnya sekalipun kecuali hanya pada Allah SWT. Hakim tertinggi di negeri itu yaitu Qodhi Muntir Bin Said Albaluti.
Saat itu terjadi kekeringan sangat panjang di Andalusia. Petani tidak bisa bercocok tanam karena hujan belum hadir. Maka kemudian karena sang Khalifah adalah alim orang berlimu saleh mujahid, maka ia memerintahkan kepada seluruh rakyatnya untuk keluar melaksanakan salat istisqa salat minta hujan. Salat di Cordoba itu dipimpin langsung Qodhi Muntir Bin Said Albaluti.
Hari yang telah ditentukan semua masyarakat sudah berkumpul di lapangan. Dan kita ketahui dalam salat istisqa seseorang harus hadir dengan penuh kekhusyukan, merasa betapa dia hamba yang paling banyak dosanya. Karena tidak akan mungkin turun hujan kalau yang hadir hamba-hamba yang angkuh, tidak pernah merasa bersalah dengan dosanya.
Semua masyarakat sudah siap melaksanakan salat istisqa. Bahkan sang khatib dan imam sudah siap untuk memimpin salat. Tetapi belum kunjung dimulai karena sang khalifah belum hadir. Ia adalah Khalifah Abdurrahman An Nasir R.a.
Karena sudah menunggu maka sang imam memerintahkan seseorang untuk menyampaikan kepada sang khalifah bahwa masyarakat sudah sangat siap melaksanakan salat. Orang itu pergi dan tidak lama kemudian kembali dan menyampaikan kepada sang imam.
"Aku melihat khalifah sedang dalam keadaan sujud yang sangat lama. Belum pernah aku melihat khalifah berdoa pada Allah se-khusyuk baru saja ini."
Sang imam kemudian berkata kepada stafnya, ambilkan payung. Wallahi (demi Allah) hujan akan turun. Subhanallah, kekeringan sudah sedemikian panjangnya, tak ada setetes air pun turun dari langit sana bahkan awan pun bersih dari udara.
Qodhi Muntir memberikan ilmu mahal untuk kita semua. Ia mengatakan, "kalau pemimpin di muka bumi ini khusyuk hatinya, tunduk pada Allah, bukan orang yang angkuh dalam syariat ini. Maka pasti yang menguasai langit, Allah SWT menurunkan rahmatNya (hujan)."
Maka benar saja apa yang diucapkan Qodhi Muntir, hujan seketika turun dengan derasnya memberi keberkahan di Adalusia.
Qodhi juga memberi contoh betapa dirinya sangat bersungguh-sungguh mengawal keadilan masyarakat negeri itu. Tidak mempermainkan hukum, bahkan pada khalifah sekalipun.
Karena pernah terjadi sebuah peristiwa antara Qodhi yang harus berbicara pahit di hadapan khalifah yang sangat tersinggung, buat Qodhi Muntir tidak masalah asal ini adalah Al-Haq (berdasarkan Quran), asal berdasarkan hadis Nabi SAW. Orang seperti itulah yang dipilih Abdurrahman An Nasir untuk mengawal ilmu masyarakatnya, mengawal keadilan di negeri Andalus.
Dua orang ini sangat mahal dalam kehidupan manusia, apalagi di zaman kita hari ini. Zaman ketika orang angkuh dengan otaknya sendiri, angkuh dengan akal dan ilmu pengetahuannya. Padahal semua tau, ilmu pengetahuan tidak mampu menyelesaikan segala hal.
Semua tau kalau sudah seperti sekarang, hujan yang tak kunjung turun (kemarau) atau bahkan sebaliknya hujan turun deras tak mau berhenti (banjir). Tidak ada ilmu pengetahuan yang memastikan hujan akan turun atau hujan akan berhenti.
Bukan hanya itu, semua ilmu pengetahuan, tapi kita terlanjur diajari untuk bersandar pada materi dan kekuatan fisik kita. Kita lupa bahwa kita tidak mampu dengan ilmu pengetahuan kita menyelesaikan segala persoalan dalam kehidupan ini.
Bisa kita bayangkan betapa mahalnya teknologi saat ini. Untuk menebar garam hujan, anggaran Rp3-4 miliar per hari dan tidak ada jaminan hujan akan turun, dan hal tersebut akan dilakukan dalam beberapa pekan.
Lihatlah, terlalu angkuh ilmu pengetahuan hari ini. Alam ini ada yang punya, semesta ini ada yang menguasai, ada yang menggenggamnya. Akidah kita tiba-tiba runtuh di hadapan ilmu pengetahuan.
Islam tidak anti ilmu pengetahuan. Islam satu-satunya agama yang selalu sesuai sejalan dengan ilmu pengetahuan. Tapi islam tidak pernah menuhankan ilmu pengetahuan. Meletakkan wahyu di atas akal manusia, di atas penemuan manusia, ini yang hilang dari kita.
Zaman yang seperti ini tentu menjadi sangat mahal keberadaan orang seperti Abdurrahman An Nasir. Pemimpin dengan kekhusyukannya, mengakui kelemahan dirinya, takut pada Allah SWT, siap berjuang memperjuangkan bumi Allah, agama Allah ini, menjadi seorang mujahid.
Dan dengan ahli agama, seperti Qodhi Muntir. Orang yang tidak pernah takut pada siapapun untuk menyampaikan Al-Haq, bahkan pada pemimpin tertinggi sekalipun dia akan sampaikan. Menegakkan keadilannya, amanahnya, ilmu agamanya dia perjuangkan dengan penuh keikhlasan, tidak ada kepentingan dalam hatinya untuk urusan dunia apalagi hanya sebuah posisi.
Kedua orang ini sangat mahal yang dimiliki Andalusia. Karena itulah Andalus mencapai puncak kejayaannya saat itu.
Peristiwa hujan yang turun besar seperti itu, yang hujan turun karena keberadaan pemimpin yang saleh. Ini merupakan sebuah bukti betapa pentingnya pemimpin saleh. Dan ahli ilmu yang benar-benar ahli ilmu dan memiliki keikhlasan pada puncak keikhlasannya.
Bukankah ini semua telah dicontohkan Rasulullah SAW, sebagai pemimpin para ahli ilmu, pemimpin orang-orang yang saleh. (wan)
Dinukil dari ceramah Jumat Ust. Budi Ashari, Lc