LINGGA
Untuk menuju kedua daerah terisolir yang masuk dalam wilayah Desa Marok Kecil ini terasa jauh. Selain jalan tanah yang becek, kala hujan dan berdebu kala panas, akses laut menjadi andalan warga dahulunya sebelum ada jalan tembus. Saat malam tiba tidaklah mengherankan masih banyak rumah yang hanya menggunakan lampu pelita dengan bahan bakar minyak tanah.
"Kalau yang tak mampu terpaksalah pakai lampu pelita dari minyak tanah. Kalau tak mampu beli minyak, mereka begelaplah kalau malam," Kata Ahmad Sahari Kades Setempat ketika ditemui, Minggu (18/1).
Ia mengatakan untuk kedua dusun ini hanya di dusun Remik saja ada warga yang mampu memakai mesin genset listrik sendiri. Namun karena biaya operasional yang tinggi, ditambah lagi dengan tingginya harga BBM membuat aliran listrik melalui genset hanya dihidupkan pada malam hari saja.
"Jam 10 malam, mati lah lampunya. Kalau lama-lama tak tahan beli miyaknya. Begitulah keadaan kami sekarang. Kalau kami di Dusun Remek, dari jam 6 lampu hidupnya, ada sekitar 20 kk lah. Biaya operasionalnya per KK Rp170 ribu per bulan," katanya lagi seraya menambahkan masyarakatnya mengharapkan tahun ini PLN bisa masuk ke desa. (misranto)