Pemalsu
BATAM - Hamidah Asmara Intani Merialsa alias Intan, terdakwa kasus pemalsuan dokumen MV Engedi eks Eagle Prestige akhirnya divonis 2 tahun 6 bulan kurungan penjara. Namun terpidana ini masih bebas melenggang di luar sana, menyusul lemahnya hukum pidana di Indonesia.
Intan dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam, Rabu (8/10/2014). Majelis Hakim berketetapan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen MV Eagle Prestige dan melanggar pasal pasal 263 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 KUHP.
"Atas perbuatannya, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun enam bulan. Gimana diterima atau mau banding, kita beri waktu selama 14 hari," kata ketua majelis hakim Cahyono seraya mengetuk palu.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyu Soesanto yakni menuntut Intan 4 tahun penjara dikurangi masa tahanan.
Terdakwa yang sudah tidak ditahan karena sudah habis masa penahanannya maupun penasehat hukumnya menyatakan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi di Pekanbaru.
"Lengkaplah sudah sinetron pesidangan ini. Mengapa fakta yang sebenarnya kok nggak diungkapkan. Jelas-jelas ini tak adil. Saya tak tahu Epson memalsukan apalagi menggunakan suratnya kok dihukum lebih berat dari Epson," kata Intan usai sidang.
Sementara itu Abdul Kadir satu dari tiga kuasa hukum terdakwa menilai vonis hakim kepada kliennya tak adil. "Jelas hakim sama sekali tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum di persidangan bahwa terdakwa tidak pernah menyuruh terpidana Epson untuk memalsukan tandatangan dan mengubah nama kapal tersebut.
"Kita akan banding. Sebab klien kami menyuruh Epson membuat dokumen yang benar bukan dipalsukan. Lagi pula dokumen itu tidak pernah digunakan apalagi mencari keuntungan dari sana. Kalau disebutkan ubah nama kapal ya wajar namanya juga agen kapal dan itu ada haknya," kata Abdul Kadir.
Sementara itu hakim Cahyono saat dikonfirmasi alasan pihaknya memvonis terdakwa karena Intan terbukti melakukan persekongkolan jahat dengan Epson, sehingga merugikan PT Masa Batam dan PT Nautic. Dimana Intan menyuruh Epson mengurus dokumen kapal.
"Saat itu Epson meminta bill of sale soal kapal ini. Tapi tak bisa dipenuhi Intan. Akan tetapi sudah terlanjur Intan tetap meminta Epson untuk mengurus dokumen-dokumen," katanya.
Disinggung mengapa Intan tak langsung diperintahkan agar dieksekusi penahanan. Cahyono berdalih pihaknya tidak punya kewenangan terkait aturan KUHAP. Terlebih lagi terdakwa saat ini tidak ditahan.
"Kecuali Intan memang ditahan. Penahanannya bisa dilakukan bila Pengadilan Tinggi memintanya ditahan. Sampai perkara ini incracht atau berkekuatan hukum tetap barulah bisa dieksekusi," tutupnya. (taher)