EKONOMI

NASIONAL

POLITIK

Penahanan Edy Rustandi Diperpanjang

TANJUNGPINANG- Calon Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN), Edy Rustandi SHMH sudah ditahan penyidik Polda Kepri sejak Senin (16/9) lalu. Edy yang selama ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemalsuan atau memberikan keterangan palsu pada akta otentik, selalu menolak untuk memberikan keterangan, kini tidak dapat berbuat banyak. Pasalnya sejak ditahan tersebut, penyidik sudah bisa merampungkan berkas untuk dilimphakan ke penuntut umum.

Menurut Kabid Humas Polda Kepri, AKBP Hartono menunggu penelitian berkas oleh penuntut umum pihaknya sudah memperpanjang penahanan selama 20 hari lagi setelah penahanan pertama habis. Berkas tersangka Edy Rustandi SHMH sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kepri, Senin (30/9).

Tersangka Dugaan Penempatkan Keterangan Palsu pada Akta Otentik, Edy Rustandi yang merupakan Ketua LBH Indra Sati ditahan oleh penyidik Polda Kepri, sejak Senin (16/9). Sebelumnya Edi dan istri, Ika Yulia dilaporkan oleh Direktur PT Terira Pratiwi Developmend (TPD) Anggelinus, Senin 2 April2012 lalu. Kedunya diduga melakukan tindak pidana, menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik yang kebenaranya dibuktikan dengan akta tersebut atau sertifikat hak milik, keduanya diduga melangar pasal 266 ayat 1 KUHP. “Keduanya diduga mengunakan surat palsu menguasai lahan diatas lahan PT TPD, keterangan palsu tersebut dituangkan terlapor dalam SHM tersebut,” ujar kuasa hukum PT TPD, Hendie Devitra SHMH, kepada Kepri Update.com, Senin (1/10).

Laporan Angelinus tersebut tertuang dalam Laporan polisi Nomor LP/31/IV/2012/Siaga. SPKT. Dalam laporan tersebut dugaan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik, dilakukan terlapor sekitar Pebruari dan Maret 2007 lalu, di kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari. Edi Rustandi dan Ika Yulia menguasai lahan seluas 40.000 meter persegi di Dompak, Bukit Bestari dan lahan tersebut disewakan kepada PT Aneka Tambang Tbk sejak 2007 hingga 2010 dan PT Antam Resourcindo sejak 2010 hingga 2012.  Mereka memiliki sertifikat hal milik (SHM) nomor 3172 tertangal 3 Januari 2007 dan nomor 3173 tertangal 3 Januari 2007.

Namun PT TPD memiliki surat tanah Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 00872 tertangal 8 Mei 1995 dan gambar situasi  Nomor 03/PGSK/95 tertangal 19 Januari 1995 denga luas 3.974.330 meter persegi. Menurut Hendie proses penerbitan SHM itu jelas tidak procedural, menabrak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24/1997 tentang pendaftaran tanah.

Hendie mengatakan perbuatan menempatkan keterangan palsu pada Akta Otendik tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri, atau berdiri sendiri. Dia mengharapkan penyidik Polda Kepri dapat mengembangkan kasus tersebut kepada pelaku yang membantu tersangka dalam membuat surat tersebut. (Ogas Jambak)