BATAM - Maraknya penyiaran tv kabel saat ini tidak serta merta membawa keuntungan bagi semua masyarakat di tanah air. Pasalnya praktik penyiaran tv berlangganan ini banyak dilakukan secara ilegal.
Seperti yang diungkapkan Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI) dalam diskusi dengan media Batam dan Kepri, di Swiss Inn Hotel Batam, Kamis (26/9/2013). Sedikitnya di Indonesia ada sekitar 695 pengusaha tv kabel melakukan penyiaran tv kabel tanpa izin resmi.
Suroso, Head of Anti Piracy APMI, mengatakan, khusus di Kepri terindikasi ada puluhan pengusaha yang melakukan praktik ilegal ini. Hal ini turut membawa kerugian kepada anggota APMI.
"Modus yang dipakai oleh para pengusaha tv kabel di Kepri dan Indonesia ini ialah dengan cara mendompleng kepada perusahaan yang sudah punya Izin Penyelenggara Penyiaran (IPP). Biasanya satu izin bisa dipakai sampai 50-an pengusaha tv kabel. Parahnya izin yang ada juga baru sebatas izin prinsip," kata Suroso.
695 pengusaha tv kabel ilegal yang meredistribusikan siaran premium milik pemegang hak siar resmi itu tercatat dalam waktu satu tahun terakhir ini.
"Kerugian anggota kami dalam setahun terakhir sekitar Rp 2 triliun. Ini kita jumpai di sejumlah provinsi di Indonesia," ungkapnya.
Suroso menyebut, khusus di Kepri ada empat katagori usaha tv kabel yang bermasalah, yaitu tidak memiliki izin dan tidak memiliki badan hukum mereka ini cuma bermodal server lalu menyebarkan lagi siarannya untuk dijual ke masyarakat. Selain itu ada juga yang sudah memiliki badan hukum, namun mereka tidak memiliki izin penyelenggaraan penyiaran.
Sedangkan yang ketiga ialah mereka yang memiliki perusahaan dan sudah punya penyelengara penyiaran namun mereka tidak memiliki izin penyiaran tetap dan baru izin prinsip tapi sudah meredistribusikan siaran ke konsumen.
"Jadi modus yang digunakan oleh mereka adalah dengan cara berlanggaranan siaran seperti orang biasa, namun siaran itu disebarluaskan ke pelanggan dengan alasan di daerah itu blank spot. Caranya dengan alat transmiter dan receiver ada juga pakai kabel," jelas Suroso.
"Praktik mereka ini tidak saja merugikan dan mengancam keberlangsungan usaha anggota kita, tapi juga berpotensi merugikan negara dimana pajak yang mestinya masuk bisa mencapai Rp 360 miliar," tegasnya.
Dia juga menjelaskan para pengusaha tv ilegal ini disebutkan telah melanggar empat undang-undang. Di antaranya UU No 22 tahun 2002 tentang penyiaran, UU No 19 tahun 2002 tentang hak cipta, UU No 36 tahun 1999 tentang komunikasi serta UU No perpajakan nomor 36 tahun 2008.
"Saat ini sudah ada 4 vonis pengadilan negeri terhadap 4 penyelenggara tv kabel ilegal. Selain itu 3 tiga kasus lagi yang masih dalam proses sidang dan 4 kasus masih dalam tahap penyerahan berkas ke pihak kejaksaan serta 16 kasus masih dalam penyidikan kepolisian," ungkapnya.
Di tempat sama Salman Kasubdit Pengaduan Direktorat Penyidikan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia mengatakan, sanksi yang bisa dijerat kepada pengusaha tv kabel bila meredistribusikan siaran tv ke masyarakat tanpa izin resmi.
"Merka bisa diancam dengan denda Rp 150 juta dan kurungan badan maksimal 5 tahun," terangnya.
Sementara itu AKBP Tua Turnip, Kabag Binopsnal Ditreskrisus Polda kepri mengatakan, sampai saat ini pihaknya sudah menerima tiga laporan kasus TV kabel dengan enam terlapor. Dua di antara kasus yang di Batam masih dalam tahap sidang di Pengadilan Negeri.
Ia menyebut Polda Kepri untuk mencegah praktik haram ini ialah dengan melakukan tindakan preentif, preventif serta represif (penindakan).
"Kita sudah menerima 3 laporan dari situ ada 6 terlapor yang sudah kita proses," pungkas Turnip. (Redaksi)