EKONOMI

NASIONAL

POLITIK

Pengacara Tanjungpinang, Edi Rustandi Kembali Diperiksa Polda Kepri

* Tersangka Dugaan Penempatkan Keterangan Palsu pada Akta Otentik

TANJUNGPINANG- Untuk kedua kali sejak ditetapkan sebagai tersangka Ketua LBH

Indrasakti Tanjungpinang, Edi Rustandi SHMH diperiksa penyidik Polda

Kepri,Senin (16/9). Pada dua minggu lalu Edi juga dipangil penyidik, namun

karena tersangka mengaku tidak siap karena sakit, akhirnya pemeriksaan

dibatalkan. Edi saat dihubungi Kepri Update.com, membenarkan dirinya sedang

diperiksa penyidik Polda.

Sebelumnya Edi dan istri, Ika Yulia dilaporkan oleh Direktur PT Terira

Pratiwi Developmend (TPD) Anggelinus, Senin 2 April2012 lalu. Kedunya diduga

melakukan tindak pidana, menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta

otentik yang kebenaranya dibuktikan dengan akta tersebut atau sertifikat hak

milik, keduanya diduga melangar pasal 266 ayat 1 KUHP. “Keduanya diduga

mengunakan surat palsu menguasai lahan diatas lahan PT TPD, keterangan palsu

tersebut dituangkan terlapor dalam SHM tersebut,” ujar kuasa hukum PT TPD,

Hendie Devitra SHMH, kepada Kepri Update.com, Senin (16/9).

Laporan Angelinus tersebut tertuang dalam Laporan polisi Nomor

LP/31/IV/2012/Siaga. SPKT. Dalam laporan tersebut dugaan tindak pidana

menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik, dilakukan terlapor

sekitar Pebruari dan Maret 2007 lalu, di kelurahan Dompak Kecamatan Bukit

Bestari. Edi Rustandi dan Ika Yulia menguasai lahan seluas 40.000 meter

persegi di Dompak, Bukit Bestari dan lahan tersebut disewakan kepada PT

Aneka Tambang Tbk sejak 2007 hingga 2010 dan PT Antam Resourcindo sejak 2010

hingga 2012.  Mereka memiliki sertifikat hal milik (SHM) nomor 3172

tertangal 3 Januari 2007 dan nomor 3173 tertangal 3 Januari 2007.

Namun PT TPD memiliki surat tanah Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 00872

tertangal 8 Mei 1995 dan gambar situasi  Nomor 03/PGSK/95 tertangal 19

Januari 1995 denga luas 3.974.330 meter persegi. Menurut Hendie proses

penerbitan SHM itu jelas tidak procedural, menabrak Peraturan Pemerintah

(PP) Nomor 24/1997 tentang pendaftaran tanah. Hendie mengatakan terlebih

lagi banyak fakta kejangalan pada alas hak dan SKGR yang menjadi dasar

perolehan hak tanah Edi Rustandi dan Ika Yulia. “Kuat dugaan pemilik alas

hak atas nama Aisyah dan Syarif itu fiktif, kecuali pihak Edi dapat

menghadirkan Aisyah dan Syarif, setidaknya ahli waris mereka,” ungkap

Hendie. Dia mengatakan sebagai sesama rekan advocad dirinya hanya

menjalankan tugas secara professional, dan berharap Edi bisa lebih bijak

dengan itikad baik menyelesaikan masalah ini.

Selain melaporkan ke Direktorat reserse Umum Polda Kepri, PT TPD juga

melakukan gugatan melawan hukum terhadap Edi Rustandi, Ika Yulia dan BPN

Kota Tanjungpinang di PN Tanjungpinang. Sidang gugatan tersebut sudah

berjalan dua kali, dan pada persidangan pertama pihak tergugat dua Ika Yulia

dan turut tergugat Aisyah dan Syarif tidak hadir. Pada sidang kedua Rabu

(4/4) lalu, sidang belum dapat dilanjutkan karena turut tergugat tidak

hadir. Dalam sidang ini Edi yang didampingi sebagian besar advocad yang

tergabung dalam LBH Indrasaksi Tanjungpinang.

Hendie mengatakan tergugat I dan II telah menyewakan lahan tersebut kepada

PT Aneka Tambang Tbk dan PT Antam resourcindo, dan tergugat telah memperoleh

uang sebesar Rp 610 juta. Dalam gugatan tersebut pengungat meminta ganti

kerugian untuk memperbaiki lahan yang sudah digunakan untuk pencucian

bouksit dan kolam limbah sebesar Rp 950 juta. Dalam sidang gugatan tersebut

Pengadilan Negeri Tanjungpinang mengabulkan gugatan PT TPD sebagian dan

menyatakan Sertifikat Hak Milik (SHM) milik Edi dan Ika, dalam penerbitannya

tidak mengikuti prosedur yang benar.

Persoalan ini mencuat setelah Edi mengklaim lahan di Dompak Darat seluas

40.000 hektar tersebut miliknya, dan lahan tersebut dijadikan tempat

pencucian dan kolam penampung limbah oleh PT Antam Resourcindo sejak 2010

hingga 2012. Edi berusaha meminta sewa lahan kepada PT Antam Resourcindo dan

mengirimkan surat ke berbagai instasi agar menghentikan aktifitas tambang

tersebut. Pada awal 2012, Pemko Tanjungpinang membekukan Izin Usaha

Penambangan (IUP) milik PT Antam Resourcindo. Dan setelah ada kesepakatan

antara PT Antam Resourcindo dengan Edi, akhirnya Pemko membuka kembali IUP

tersebut. (Ogas Jambak-Parlyn SH)