* Tersangka Dugaan Penempatkan Keterangan Palsu pada Akta Otentik
TANJUNGPINANG- Sejak pagi menjalani pemeriksaan, akhirnya Edy Rustandi tersangka Dugaan Penempatkan Keterangan Palsu pada Akta Otentik ditahan oleh penyidik Polda Kepri, sekitar pukul 21.00 WIB, Senin (16/9). Edi ditahan setelah penyidik Subdit III Direktorat Kriminal Umum Polda Kepri, mengeluarkan surat penangkapan sekiatr pukul 18.00 WIB. "Edi Rustandi sudah ditahan," ungkap seorang penyidik Polda kepada Kepri Update.com usai memasukan Edi ke tahanan Polda Kepri.
Sebelumnya Edi diperiksa sebagai tersangka dan didampingi oleh beberapa penasehat hukumnya baik dari Peradi Batam maupun Peradi Tanjungpinang. Menurut sumber Kepri Update di Polda Kepri, pada pemeriksaan pagi Edi sempat menolak diperiksa, namun setelah istirahat siang akhirnya Edi mau diperiksa penyidik sebagai tersangka. Sekitar pukul 18.00 WIB, Edi dinyatakan ditangkap saat hendak keluar dari Mapolda Kepri, Batu Besar Batam.
Saat ditangkap Edi sempat protes, namun karena penyidik menyatakan sudah memiliki bukti kuat akhirnya Edi kembali digiring ke ruangan penyidik untuk menjalani pemeriksaan. Setelah diperiksa kembali, akhirnya Edi ditahan. Edi yang merupakan Caleg Partai Amanat Nasional (PAN) Dapil III Tanjungpinang itu tidak dapat berbuat banyak, walau didampingi banyak pengacara.
Sebelumnya Edi dan istri, Ika Yulia dilaporkan oleh Direktur PT Terira Pratiwi Developmend (TPD) Anggelinus, Senin 2 April2012 lalu. Kedunya diduga melakukan tindak pidana, menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik yang kebenaranya dibuktikan dengan akta tersebut atau sertifikat hak milik, keduanya diduga melangar pasal 266 ayat 1 KUHP. “Keduanya diduga mengunakan surat palsu menguasai lahan diatas lahan PT TPD, keterangan palsu tersebut dituangkan terlapor dalam SHM tersebut,” ujar kuasa hukum PT TPD, Hendie Devitra SHMH, kepada Kepri Update.com, Senin (16/9).
Laporan Angelinus tersebut tertuang dalam Laporan polisi Nomor LP/31/IV/2012/Siaga. SPKT. Dalam laporan tersebut dugaan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik, dilakukan terlapor sekitar Pebruari dan Maret 2007 lalu, di kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari. Edi Rustandi dan Ika Yulia menguasai lahan seluas 40.000 meter persegi di Dompak, Bukit Bestari dan lahan tersebut disewakan kepada PT Aneka Tambang Tbk sejak 2007 hingga 2010 dan PT Antam Resourcindo sejak 2010 hingga 2012. Mereka memiliki sertifikat hal milik (SHM) nomor 3172 tertangal 3 Januari 2007 dan nomor 3173 tertangal 3 Januari 2007.
Namun PT TPD memiliki surat tanah Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 00872 tertangal 8 Mei 1995 dan gambar situasi Nomor 03/PGSK/95 tertangal 19 Januari 1995 denga luas 3.974.330 meter persegi. Menurut Hendie proses penerbitan SHM itu jelas tidak procedural, menabrak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24/1997 tentang pendaftaran tanah. Hendie mengatakan terlebih lagi banyak fakta kejangalan pada alas hak dan SKGR yang menjadi dasar perolehan hak tanah Edi Rustandi dan Ika Yulia. “Kuat dugaan pemilik alas hak atas nama Aisyah dan Syarif itu fiktif, kecuali pihak Edi dapat menghadirkan Aisyah dan Syarif, setidaknya ahli waris mereka,” ungkap Hendie. Dia mengatakan sebagai sesama rekan advocad dirinya hanya menjalankan tugas secara professional, dan berharap Edi bisa lebih bijak dengan itikad baik menyelesaikan masalah ini.
Selain melaporkan ke Direktorat reserse Umum Polda Kepri, PT TPD juga melakukan gugatan melawan hukum terhadap Edi Rustandi, Ika Yulia dan BPN Kota Tanjungpinang di PN Tanjungpinang. Dalam sidang gugatan itu Edi yang didampingi sebagian besar advocad yang tergabung dalam LBH Indrasaksi Tanjungpinang. Hendie mengatakan tergugat I dan II telah menyewakan lahan tersebut kepada PT Aneka Tambang Tbk dan PT Antam resourcindo, dan tergugat telah memperoleh uang sebesar Rp 610 juta. Dalam gugatan tersebut pengungat meminta ganti kerugian untuk memperbaiki lahan yang sudah digunakan untuk pencucian bouksit dan kolam limbah sebesar Rp 950 juta. Dalam sidang gugatan tersebut Pengadilan Negeri Tanjungpinang mengabulkan gugatan PT TPD sebagian dan menyatakan Sertifikat Hak Milik (SHM) milik Edi dan Ika, dalam penerbitannya tidak mengikuti prosedur yang benar.
Persoalan ini mencuat setelah Edi mengklaim lahan di Dompak Darat seluas 40.000 hektar tersebut miliknya, dan lahan tersebut dijadikan tempat pencucian dan kolam penampung limbah oleh PT Antam Resourcindo sejak 2010 hingga 2012. Edi berusaha meminta sewa lahan kepada PT Antam Resourcindo dan mengirimkan surat ke berbagai instasi agar menghentikan aktifitas tambang tersebut. Pada awal 2012, Pemko Tanjungpinang membekukan Izin Usaha Penambangan (IUP) milik PT Antam Resourcindo. Dan setelah ada kesepakatan antara PT Antam Resourcindo dengan Edi, akhirnya Pemko membuka kembali IUP tersebut.
Menurut Kabid Humas Polda Kepri AKBP Hartono, kepada sejumlah wartawan di Mapolda Edy Rustandi dikenakan pasal 263 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara. (Ogas Jambak-Parlyn SH)